Wednesday, May 20, 2009

SHUTTER SPEED APAAN SIH...


SHUTTER SPEED, APAAN SIHH.....??!


Dengan sedikit pengetahuan tentang setting dan pemakaian yang tepat, kamera digital anda akan mampu menghasilkan foto yang lebih indah dibandingkan dengan menggunakan metode auto. Berikut ini ada beberapa trik sederhana yang bisa anda terapkan pada kamera digital anda.

Jika anda memiliki kamera digital prosumer dan sering menggunakan mode auto atau asal jeprat-jepret tanpa menggunakan settingnya, sepertinya akan sangat disayangkan. Kalau kamera anda dilengkapi dengan setting manual, sebaiknya anda mulai membiasakan diri untuk memanfaatkan mode tersebut demi memperoleh tampilan foto yang lebih indah dari biasanya.

Banyak pengguna kamera digital yang masih enggan dan takut untuk menggunakan kameranya dengan mode manual. Hal ini mungkin disebabkan begitu banyaknya pilihan menu, padahal jika anda mengerti akan hal ini maka hasil foto anda akan terlihat berbeda. Kuncinya, mau meluangkan waktu anda untuk mempelajari dan mencoba-coba pilihan menu tersebut satu-persatu.

Salah satu tantangan terbesar yang sering dihadapi oleh kebanyakan orang adalah mengatur setting exposure yang tepat untuk menghasilkan tampilan foto yang indah, terutama foto pemandangan/landscape. Untuk itu artikel ini akan mengulas tentang cara melakukan setting exposure yang tepat. Sebelum itu kita harus mengerti dulu tentang cahaya, sebab cahaya merupakan hal dasar dalam fotografi. Anda hanya bisa memotret jika ada cahaya yang masuk melalului sensor elektronik kamera (hanya untuk kamera digital). Exposure, yang dikenal juga dengan bukaan atau pencahayaan, merupakan ukuran atau jumlah cahaya yang mengenai sensor selama proses pengambilan foto. Jumlah cahaya yang masuk ini dapat diatur dengan dua fungsi dasar, yakni ukuran shutter speed dan aperture. Ok, mari kita lihat bagaimana kedua fungsi ini bekerja.

Shutter Speed


Merupakan ukuran atau kecepatan bukaan pengatur cahaya kamera. Semakin lama bukaan cahayanya, semakin banyak cahaya yang diterima sensor untuk menerangi subjek. Oleh karena itu exposure sangat berperan dalam fotografi.

Umumnya shutter speed terdiri dari urutan angka 1, 2,4,8, 15, 30, 60, 125, 250, 500, 1000 dan seterusnya. Kecepatan bukaan cahaya adalah 1 per ukuran ISO Speed. Misalnya ukuran ISO Speed 2 berarti cahaya membuka selama ½ detik, ISO Speed 4 berarti cahaya membuka selama ¼ detik, begitu juga seterusnya. Untuk kecepatan diatas 1 detik digunakan tanda “ (tanda petik dua), sebagai contoh, 1” berarti 1 detik. ISO Speed mempengaruhi cahaya yang masuk. Semakin cepat bukaan cahayanya, semakin sedikit cahaya yang masuk.

Shutter Speed yang cepat ideal digunakan untuk memotret subjek yang bergerak atau mengabadikan suasana olahraga. Pada kecepatan 1/500 per detik, shutter akan menangkap apa yang terlihat sekama rentang waktu tersebut.

Untuk mengabadikan pemandangan di malam hari (night shot) atau suasana yang agak gelap, anda perlu memperlambat shutter speed agar sensor lebih banyak menangkap cahaya untuk menerangi subjek. Untuk menghasilkan gambar yang indah saat menggunakan shutter speed yang rendah, diperlukan treepost atau alat lain untuk menyangga kamera. Sebab, jika tangan anda goyang, hasil foto akan tampak kabur atau tidak fokus.

Aperture

Jika shutter speed menentukan lamanya bukaan shutter, maka ukuran aperture (diafragma) menentukan jumlah cahaya yang masuk. Besarnya diameter terbukanya diafragma akan membuat cahaya yang masuk menjadi lebih banyak, sehingga exposure cahaya bertambah, demikian pula sebaliknya.

Aperture juga menentukan ketajaman fokus (depth of field) dari semua background objek dalam gambar. Dengan cara ini anda dapat menentukan apakah anda ingin mengambil fokus pada satu objek saja, atau ingin menyertakan background yang sama jelasnya dengan subjek utama. Semakin kecil ukuran aperture maka semakin besar depth of field yang anda dapatkan. Ukuran aperture yang kecil sesuai untuk mengambil foto pemandangan atau tempat yang luas meski membutuhkan depth of field yang besar. Namun jika anda merasa terganggu dengan background subjek sebaiknya set ukuran aperture menjadi lebih besar. Dalam kamera, angka yang yang digunakan untuk menentukan ukuran aperture dilambangkan dengan f-stop (factorable stop). Semakin besar angka f-stop, semakin kecil ukuran aperturenya. Jadi angka f8.0 akan mengindikasikan ukuran aperture yang lebih kecil dari f2.0.

Kunci mendapatkan nilai exposure yang tepat adalah mengatur nilai yang seimbang antara shutter speed dan aperture. Sebaiknya, jika ada perubahan pada ukuran aperture sebaiknya diiringi dengan perubahan pada shutter speed.

Dukungan Feature

Kamera digital level prosumer sudah dilengkapi dengan berbagai macam feature manual yang memungkinkan anda dapat mengubah setting kamera anda sendiri. Feature ini sama seperti tool pada kamera film yang digunakan oleh fotografer profesional.

Berikut ini akan kita lihat beberapa fungsi tambahan yang dapat membantu anda secara manual menentukan ukuran exposure yang sempurna untuk kamera digital anda:

Metode Metering

Kembali ke fotografi menggunakan film, light meter digunakan untuk menetukan intensitas cahaya disekeliling objek. Untuk itu fotografer akan mengatur setting exposure kameranya terlebih dahulu sebelum mengambil gambar. Saat ini kamera digital sudah dilengkapi dengan beberapa light meter build in pintar. Untuk mengaktifkan light meter, cukup arahkan kameranya ke objek dan tekan tombolnya setengah. Kamera akan secara otomatis akan membaca kondisi cahaya dan akan menyarankan setting exposure terbaik.

Kamera prosumer memungkinkan anda memilih metode light metering yang sesuai dengan keinginan anda. Anda tetap dapat menggunakan setting default untuk mendapatkan hasil foto yang indah. Namun untuk mendapatkan cahaya yang tepat dan sempurna, anda perlu mengatur metode metering yang tepat. Berikut ini beberapa metode metering yang bisa anda pilih.

Matrix Metering: metode ini akan membaca beberapa area melalui pemandangan dan membagi rata nilai tersebut. Pilihan ini sangat sesuai digunakan saat seluruh cahaya memiliki kondisi cahaya rata.

Spot Metering: seperti namanya, digunakan untuk mendapatkan detail tertentu secara maksimal.

Center-weight Metering: disini, setting exposure diatur menurut cahaya yang jatuh dibagian tengah frame. Cara ini sangat bagus digunakan untuk pengambilan foto dimana objek hampir memenuhi frame.

Memilih ISO yang Tepat


Pada saat menggunakan kamera film, anda harus berhati-hati dalam memilih ISO/ASA film. Semakin tinggi angka ISO, semakin cepat pula reaksi sensor terhadap cahaya. Dengan kata lain, anda bisa mendapatkan shutter speed yang lebih cepat dan mendapatkan exposure yang seimbang dengan ISO (ISO 400) yang lebih tinggi. Begitu juga jika anda menggunakan shutter speed yang lebih lambat dengan ISO (ISO 100) yang rendah. Satu-satunya kelemahan menggunakan ISO yang tinggi adalah timbulnya titik-titik kecil berwarna hitam (noise). Jadi untuk mendapatkan kualitas gambar yang terbaik, sebaiknya anda dapat mengatur dan menjaga agar kamera dan objek tetap pada shutter speed yang rendah dan menggunakan ISO yang lebih rendah.

Kamera digital saat ini mungkin tidak benar-benar menggunakan setting ISO namun menggunakan teknologi yang hampir sama yang menggunakan sensor image yang bernama “sensor gain”. Namun agar lebih mudah dimengerti oleh pengguna, banyak produsen kamera yang masih memberi nama teknologi baru ini “ISO settings”.

Teknologi sensor gain dan ISO sebenarnya memiliki konsep kerja yang sama:
o Pada hari yang cerah sebaiknya gunakan ISO yang rendah, seperti 64 atau 80.
o Gunakan setting ISO yang tinggi seperti 400 atau 800 untuk subjek yang bergerak atau berada dalam cahaya yang rendah, serta jika anda tidak menggunakan tripod. Seperti yang telah disebutkan, setting ISO yang lebih tinggi cenderung menimbulkan noise.
o Jika anda ingin men-setting angka ISO yang sesuai digunakan untuk berbagai jenis pengambilan foto, sebaiknya gunakan ISO 100 atau 200.


Kualitas Exposure

Kamera digital merupakan teknologi pintar yang dapat membantu anda memperoleh foto dengan komposisi yang sempurna. Untuk itu ada tiga metode bantuan yang ada pada kamera digital prosumer:
o Histogram: tool ini banyak digunakan oleh fotografer amatir. Histogram adalah grafik yang membantu anda mengetahui pencahayaan (brightness) gambar yang tertangkap oleh kamera. Bagian kiri grafik ditujukan untuk jumlah pixel gelap dan bagian kanan untuk pixel terang. Jadi jika grafik terlihat. Jika grafik terlihat lebih tinggi di bagian kiri, foto yang anda ambil terlalu gelap (under-exposed) dan jika grafik terlihat lebih tinggi di bagian kanan maka foto yang anda ambil terlalu terang (over-exposed). Untuk mendapatkan pencahayaan atau exposure yang tepat, histogram harus terlihat lebih tinggi di bagian tengah. Note: anda tidak perlu melihat histogram ini secara terus-menerus. Experiment bisa membantu anda mendapatkan setting exposure yang tepat untuk hasil foto yang sempurna.
o Exposure Compensation: jika ada area tertentu yang terlalu terang, agak sulit mendapatkan setting exposure yang tepat. Disinilah diperlukan adanya exposure compensation atau exposure value (EV). Anda dapat membuka atau menutup aperture untuk menambah atau mengurangi cahaya yang masuk. Pilihan exposure compensation dapat anda temukan di setting-an kamera, yang ditunjukkan dengan skala yang memiliki range dari +2 (atau lebih tinggi) sampai -2 (atau lebih rendah). Skala yang lebih tinggi akan menambah cahaya yang lebih banyak pada gambar yang dibutuhkan saat pengambilan foto dalam cahaya remang-remang. Sedangkan skala negatif akan menjadikan gambar semakin gelap.
o Bracketing: agar terhindar dari kesalahan men-setting exposure anda bisa menggunakan mode bracketing. Dalam mode bracketing kamera anda akan menghasilkan tiga gambar sekaligus dalam sekali penekanan tombol shutter. Salah satu dari tiga gambar tersebut mengguna kan setting exposure yang telah anda set sebelumnya, sedangkan dua gambar yang lain menggunakan setting exposure yang rendah dan tinggi. Anda dapat juga mengubah settingan exposure pada ketiga gambar tersebut secara manual.


Kesimpulan:
exposure dan fokus merupakan dua hal penting dalam fotografi. Untuk menghasilkan kesan yang berbeda pada foto sebaiknya anda lebih sering ber-experiment dan mempelajari setting pada kamera anda.

SHUTTER SPEED, APAAN SIHH.....??! Dengan sedikit pengetahuan tentang setting dan pemakaian yang tepat, kamera digital anda akan mampu mengha...

Monday, May 18, 2009


Sisi Lain Pak Boed yang Saya Kenal 
Oleh Faisal Basri - 14 Mei 2009
  
Saya pertama kali mengenal Pak Boed pada akhir 1970-an lewat buku-bukunya yang enak dibaca, ringkas, dan padat. Pada akhir 1970-an. Kalau tak salah, judul-judul bukunya selalu dialawali dengan kata ”sinopsis,” ada Sinopsis Makroekonomi, Sinopsis Mikroekonomi, Sinopsis Ekonomi Moneter, dan Sinopsis Ekonomi Internasional. Kita mendapatkan saripati ilmu ekonomi dari buku-bukunya yang mudah dicerna.
 
Pada suatu kesempatan, Pak Boed mengutarakan pada saya niatnya untuk merevisi buku-bukunya itu. Mungkin ia berniat untuk menulis lebih serius sehingga bisa menghasilkan buku teks yang lebih utuh. Kala itu saya menangkap keinginan kuat Pak Boed untuk kembali ke kampus dan menyisihkan waktu lebih banyak menulis buku. Karena itu, ia tak lagi berminat untuk kembali masuk ke pemerintahan setelah masa tugasnya selesai sebagai Menteri Keuangan di bawah pemerintihan Ibu Megawati.
 
Pak Boed dan Pak Djatun (Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Menko Perekonomian) bekerja keras memulihkan stabilitas ekonomi yang “gonjang-ganjing” di bawah pemerintahan Gus Dur. Hasilnya cukup mengesankan. Pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan terus menerus. Di tengah hingar bingar masa kampanye seperti dewasa ini, Ibu Mega ditinggalkan oleh wapresnya, dua menko, dan seorang menteri (Agum Gumelar). Ternyata perekonomian tak mengalami gangguan berarti. Kedua ekonom senior ini bekerja keras mengawal perekonomian. Hasilnya cukup menakjubkan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan keempat 2004 mencapai 6,65 persen, tertinggi sejak krisis hingga sekarang.
 
Selama dua tahun pertama pemerintahan SBY-JK, perekonomian Indonesia mengalami kemunduran. Tatkala muncul gelagat Pak SBY hendak merombak kabinet, sejumlah kawan mengajak Pak Boed bertemu. Niat para kolega ini adalah membujuk Pak Boed agar mau kembali masuk ke pemerintahan seandainya Pak SBY memintanya. Agar lebih afdhol, kolega-kolega saya ini juga mengajak Ibu Boed. Mungkin di benak mereka, Ibu bisa turut luluh dengan pengharapan mereka. Akhirnya, Pak Boed menduduki jabatan Menko Perekonomian. Mungkin sahabat-sahabat saya itu masih terngiang-ngiang sinyal penolakan Pak Boed dengan selalu mengatakan bahwa ia sudah cukup tua dan sekarang giliran yang muda-muda untuk tampil. Memang, Pak Boed selalu memilih ekonom muda untuk mendampinginya: Mas Anggito, Bung Ikhsan, Bung Chatib Basri, Mas Bambang Susantono, dan banyak lagi. Semua mereka lebih atau jauh lebih muda dari saya.
Interaksi langsung terjadi ketika Pak Boed menjadi salah seorang anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN). Saya ketika itu anggota Tim Asistensi Ekonomi Presiden (anggota lainnya adalah Pak Widjojo Nitisastro, Pak Alim Markus, dan Ibu Sri Mulyani Indrawati). Ibu Sri Mulyani memiliki jabatan rangkap (jadi bukan sekarang saja), selain sebagai anggota Tim Asistensi juga menjadi sekretaris DEN. Pak Boed tak pernah mau menonjolkan diri, walau ia sempat jadi menteri pada masa transisi.
 
Sikap rendah hati itulah yang paling membekas pada saya. Lebih banyak mendengar ketimbang bicara. Kalau ditanya yang “nyerempet-nyerempet ,” jawabannya cuma dengan tersenyum. Saya tak pernah dengar Pak Boed menjelek-jelekkan orang lain, bahkan sekedar mengkritik sekalipun.
 
Tak berarti bahwa Pak Boed tidak tegas. Seorang sahabat yang membantunya di kantor Menko Perekonomian bercerita pada saya ketegasan Pak Boed ketika hendak memutuskan nasib proyek monorel di Jakarta yang sampai sekarang terkatung-katung. Suatu waktu menjelang lebaran, Pak Boed dan sejumlah staf serta, kalau tak salah, Menteri Keuangan, dipanggil Wapres. Sebelum meluncur bertemu Wapres, Pak Boed wanti-wanti kepada seluruh stafnya agar kukuh pada pendirian berdasarkan hasil kajian yang mereka telah buat. Pak Boed sempat bertanya kepada jajarannya, kira-kira begini: “Tak ada yang konflik kepentingan, kan? Ayo kita jalan, Bismillah … Keesokan harinya, saya membaca di media massa bahwa sekeluarnya dari ruang pertemuan dengan Wapres, semua mereka berwajah “cemberut” tanpa komentar satu kata pun kepada wartawan.
 
Adalah Pak Boed pula yang memulai tradisi tak memberikan “amplop” kalau berurusan dengan DPR. Tentang ini, saya dengar sendiri perintahnya kepada Mas Anggito.
Ada dua lagi, setidaknya, pengalaman langsung saya berjumpa dengan Pak Boed. Pertama, satu pesawat dari Jakarta ke Yogyakarta tatkala Pak Boed masih Menteri Keuangan. Berbeda dengan pejabat pada umumnya, Pak Boed dijemput oleh Ibu. Dari kejauhan saya melihat Ibu menyetir sendiri mobil tua mereka.
 
Kedua, saya dan isteri sekali waktu bertemu Pak Boed dan Ibu di Supermarket dekat kediaman kami. Dengan santai, Pak Boed mendorong keranjang belanja. Rasanya, hampir semua orang di sana tak sadar bahwa si pendorong keranjang itu adalah seorang Menko.
 
Banyak lagi cerita lain yang saya dapatkan dari berbagai kalangan. Kemarin di bandara Soekarno-Hatta setidaknya dua orang (pramugara dan staf ruang tunggu) bercerita pada saya pengalaman mengesankan mereka ketika bertemu Pak Boed. Seperti kebanyakan yang lain, kesan paling mendalam keduanya adalah sikap rendah hati dan kesederhanaannya.
 
Dua hari lalu saya dapat cerita lain dari pensiunan pejabat tinggi BI. Ia mengalami sendiri bagaimana Pak Boed memangkas berbagai fasilitas yang memang terkesan serba “wah.” Dengan tak banyak cingcong, ia mencoret banyak item di senarai fasilitas. Kalau tak salah, Pak Boed juga menolak mobil dinas baru BI sesuai standar yang berlaku sebelumnya. Entah apa yang terjadi, jangan-jangan mobil para deputi dan deputi senior lebh mewah dari mobil dinas gubernur.
 
Kalau mau tahu rumah pribadi Pak Boed di Jakarta, datang saja ke kawasan Mampang Prapatan, dekat Hotel Citra II. Kebetulan kantor kami, Pergerakan Indonesia, persis berbelakangan dengan rumah Pak Boed. Rumah itu tergolong sederhana. Bung Ikhsan pernah bercerita pada saya, ia menyaksikan sendiri kursi di rumah itu sudah banyak yang bolong dan lusuh.
 
Bagaimana sosok seperti itu dituduh sebagai antek-antek IMF, simbol Neoliberalisme yang bakal merugikan bangsa, dan segala tuduhan miring lainnya. Lain kesempatan kita bahas tentang sikap dan falsafah ekonomi Pak Boed. Kali ini saya hanya sanggup bercerita sisi lain dari sosok Pak Boed yang kian terasa langka di negeri ini.
 
Maju terus Pak Boed. Doa kami senantiasa menyertai kiprah Pak Boed ke depan, bagi kemajuan Bangsa.

S isi Lain Pak Boed yang Saya Kenal   Oleh Faisal Basri - 14 Mei 2009    Saya pertama kali mengenal Pak Boed pada akhir 1970-an lewat buku-b...